Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang tersebar di
penjuru Nusantara. Masing-masing suku memiliki watak dan karakter
masing-masing. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kultur
dan etnik dalam kesatuan Republik Indonesia dengan semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika”. Dengan perbedaan ini bangsa Indonesia kaya akan kultur
(budaya) dan etnik, dari berbagai suku dan ras yang ada. Perbedaan ini
menimbulkan watak atau karakter dari masing-masing suku dan ras.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti: 1).
Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dari yang lain. 2). Karakter juga
bisa bermakna “huruf”. Menurut (Ditjen Mandikdasmen Kementerian
Pendidikan Nasional), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik
dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. W.B.
Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan
berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat
diamati pada individu.
Istilah masyarakat berasal dari akar kata Arab “syaraka” yang berarti
ikut serta (berpartisipasi). Dalam bahasa inggris dipakai istilah
society yang berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan. Menurut
Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Menurut Selo Soemardjan mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang
yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Menurut Karl Marx
masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan
organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
Salah satu watak orang Aceh adalah keras, sehingga dalam berbahasa,
orang Aceh melahirkan kata-kata yang keras atau kasar jika tak mau
disebut vulgar. Kata-kata ‘keras’ ini keluar tersulut emosinya; ketika
ia tak sanggup menahan lagi kemarahan atau kekesalannya. Namun, dalam
perkembangannya, bahasa ‘keras’ initerdengar lembut bila diucapkan orang
Aceh berjiwa lembut.
Watak/Karakter Orang-Orang Jawa
Suku jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan,
menyembunyikan perasaan, serta menjaga etika berbicara baik secara isi
dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak berbicara. Bahasa Jawa
adalah bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatan yang disesuaikan
dengan objek yang diajak bicara. Ciri khas seorang yang bersuku Jawa
adalah menunggu dipersilakan untuk mencicipi, bahkan terkadang sikap
sungkan mampu melawan kehendak atau keinginan hati. Suku Jawa memang
sangat menjunjung tinggi etika. Baik secara sikap maupun berbicara.
Narimo ing pandum adalah salah satu konsephidup yang dianut oleh Orang
Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan segala
keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Orang Jawa memang menyakini bahwa
kehidupan ini ada yang mengatur dan tidak dapat ditentang begitu saja.
Watak Orang Sunda
Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung
unsur kebaikan. Orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/karakter
Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda
yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik),bener (benar), singer
(mawas diri), dan pinter(pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak
jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, dan telah membawa
kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Madura, menurut penelitian A. Latief Wiyata, dosen FISIP Universitas
Jember, memang memiliki karakteristik sosial budaya (sosbud) khas yang
dalam banyak hal tidak dapat disamakan dengan karakteristik sosbud
masyarakat etnik lain. Suatu realitas yang tidak perlu dipungkiri bahwa
karakteristik sosbud Madura cenderung dilihat orang luar lebih pada sisi
yang negatif. Pandangan itu berangkat dari anggapan bahwa karakteristik
(sikap dan perilaku) masyarakat Madura itu mudah tersinggung, gampang
curiga kepada orang lain, temperamental atau gampang marah, pendendam
serta suka melakukan tindakan kekerasan. Bahkan, bila orang Madura
dipermalukan, seketika itu juga ia akan menuntut balas atau menunggu
kesempatan lain untuk melakukan tindakan balasan.
1) Hiduik Baraka, Baukue Jo Bajangko.
Hiduik artinya hidup. Baraka artinya berfikir. Baukue jo Bajangko artinya berukur dan berjangka. Dalam menjalankan hidup dan kehidupan, orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai “ rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat”.
2) Malu Jo Sopan / Baso Basiadat
Orang Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti
yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika juga
menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu
Minang.
3) Tenggang Raso.
Perasaan manusia halus dan sangat peka.Tersinggung sedikit dia akan
terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik adalah pergaulan yang
dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka bisa
membawa bencana. Adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam
pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan
sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa adalah salah satu
sifat yang dianjurkan oleh adat Minang.
4) Setia/ Loyal
Yang dimaksudkan dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan
menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari
lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air dan
cinta bangsa. Dari sini pula akan lahir sikap saling membantu, saling
membela dan saling berkorban untuk sesama mereka.
5 ) Adil
Yang dimaksudkan dengan bersifat adil adalah mengambil sikap yang tidak
berat sebelah dan berpegang teguh kepada kebenaran. Bersikap adil
semacam ini sangat sulit di laksanakan bila berhadapan dengan sanak
sendiri. Ini kerana adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “ adat
dunsanak, dunsanak patahankan “. Menghadapi dua keadaan yang kontroversi
ini, orang Minang harus pandai-pandai membawa diri dan harus bijaksana.
6 ) Hemat Cermat
Saya tidak bermaksud untuk membangga-banggakan adat Minang dan nenek
moyang orang Minang, tetapi coba kita lihat petuah nenek moyang orang
Minang mengenai sifat hemat cermat mereka dalam urusan berkaitan dengan
pengurusan manusia maupun pengurusan bahan-bahan yang terdapat dalam
alam ini. Sentiasa Berwaspada Sentiasa ada sifat berwaspada atau ambil
tindakan berjagajaga terhadap kemungkinan bahaya yang mendatang.
8) Berani Kerana Benar.
Islam mengajarkan kita supaya mengamalkan “amar makruf, nahi mungkar”
yaitu menganjurkan orang supaya berbuat baik dan mencegah orang dari
membuat kemungkaran. Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah tetapi
melarang orang dari berbuat mungkar kadang-kadang mengundang resiko yang
sangat tinggi. Mencegah kemungkaran seperti mencuri, merampok, korupsi,
minum-minum, judi dan lain-lain mengandungi resiko yang tinggi. Untuk
bertindak menghadang kemungkaran seperti ini memerlukan keberanian.
9) Arif, Bijaksana,Tanggap Dan Sabar
Orang yang arif bijaksana adalah orang yang dapat memahami pandangan
orang lain serta dapat pula mengerti apa yang tersurat dan tersirat.
Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal mendatang.
Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan
mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.
10) Rajin
Sifat lain yang harus dipunyai orang Minangmenurut adat adalah rajin
11) Rendah Hati
Hidup di rantau bermakna orang Minang hidup sebagai minioritas diantara
suku bangsa yang lain. Mereka yang merantau dalam lingkungan
daerah-daerah di Indonesia kurang merasakan sebagai kelompok minioritas.
Tetapi, mereka yang merantau keluar seperti Malaysia, Australia, Eropa,
dan lain-lainnya, hidup di tengah-tengah budaya lain.
Karakter Orang Betawi
Nilai kebetawian merupakan gagasan ideal masyarakat Betawi terhadap
kehidupan mereka sehari-hari. Nilai-nilai itu mengakar dalam kehidupan
masyarakat Betawi dan melahirkan karakter tegas, sabar, pantang
menyerah, dan selalu mencari jalan keluar. Karakter ini melahirkan sifat
berani menghadapi tantangan apa pun pada diri orang Betawi selama
mereka meyakini apa yang mereka pilih itu benar. Gambaran lain orang
Betawi adalah sebuah penggambaran watak seorang manusia yang menghargai
kejujuran dan keterbukaan.
Suku Bugis Makassar dikenal penaik darah, suka mengamuk, dan mau mati
untuk sesuatu perkara, meski hanya masalah sepele saja. Apa sebab
sehingga demikian? Ada apa dengan jiwa karakter sukubangsa ini? Tidak
diketahui apa sebab orang Bugis Makassar terpaksa melakukan pertumpahan
darah, biarpun hanya perkara kecil. Jika ditanyakan kepada mereka apa
sebabnya terjadi hal demikian,jarang bahkan tak satupun yang dapat
menjawab dengan pasti.
Ahli sejarah dan budaya menyarankan untuk mengenal jiwa kedua suku
bangsa ini lebih dekat lagi dengan cara mempelajari dalil-dalil,
pepatah-pepatah, sejarah, adat istiadat dan kesimpulan-kesimpulan kata
mereka yang dilukiskan dengan indah dalam syair-syair atau
pantun-pantunnya. Laksana garis cahaya di gelap malam,apabila kita
selidiki lebih mendalam, tampaklah bahwa kebanyakan terjadinya
pembunuhan itu ialah lantaran soal malu dan dipermalukan. Soal malu dan
dipermalukan banyak diwarnai oleh kejadian-kejadian yang dilatari adat
yang sangat kuat. Sebut saja satu, silariang (kawin lari) misalnya, atau
dalam bahasa Belanda: Schaking.
Apabila seorang pemuda ditolak pinangannya, Ia merasa malu. Lalu ia
berdaya upaya agar sang gadis pujaan hati Erangkale (si gadis datang
membawa dirinya kepada pemuda), atau si pemuda itu berusaha agar gadis
yang dipinangnya dapat dilarikannya (silariang). Apabila hal ini
terjadi, dengan sendirinya pihak orang tua (keluarga) gadis itu juga
merasa mendapat “Malu Besar” (Mate Siri’).
Mengetahui anak gadis nya silariang, segera digencarkan pencarian untuk
satu tujuan: membunuh pemuda dan gadis itu! Cara ini sama sekali tidak
dianggap sebagai tindakan yang kejam, bahkan sebaliknya,
ini tindakan terhormat atas perbuatan mereka yang memalukan.Orang Bugis
Makassar menganggap telah menunaikan dan menyempurnakan salah satu
tuntutan tata hidup dari masyarakatnya yang disebut adat.
Karakter Masyarakat Sasak
Ada tiga macam karakter panutan dalam struktur masayarakat Sasak.
Karakter panutan ini sangat mempengaruhi filosopi berpikir masyarakat,
serta mempengaruhi kehidupan politik, pendidikan sampai dengan pilihan
profesi. Ketiga tipikal panutan tersebut adalah.
- Struktur masyarakat Sasak yang dipimpin atau dipengaruhi lebih banyak oleh Tuan Guru (kiyai). Biasanya tipikal masyarakat ini memiliki kultur yang religius, dan mewarnai sebagian besar masyarakat Sasak. Akibatnya, Lombok yang didiami mayoritas suku Sasak mendapat predikat Pulau Seribu Masjid.
- Masyarakat Sasak yang dipimpin dan dipengaruhi lebih banyak oleh pemerintah setempat, serta kalangan cerdik pandai. Biasanya ditemui di daerah perkotaan dengan komposisi masyarakatnya yang heterogen dan latar belakang profesi dan pendidikan yang berbeda-beda.
- Masyarakat Sasak yang dipimpin dan dipengaruhi lebih banyak oleh pemuka adat, sesepuh desa (sasak; pemangku adat). Masyarakat Sasak seperti ini banyak dijumpai di sekitar lereng Gunung Rinjani, seperti Bayan, Santong, Gangga, dan Sembalun.
Karakter Suku Bali
Ada 5 sifat malas orang Bali yang paling menonjol sebagai berikut.
1. Malas menuntut haknya – Orang Bali cenderung tidak menuntut haknya.
2. Malas untuk marah.
3. Malas menghujat.
4. Malas bikin keributan.
5. Malas menyambut artis. Di Jakarta, artis harus menyamar untuk
menghindari histeria dan serbuan penggemar. Di Bali, mereka tidak perlu
susah payah untuk menyamar. Bahkan mereka teriak-teriakpun bilang
dirinya artis, tidak akan menimbulkan histeria ataupun serbuan. Jika di
daerah lain konser band sering memakan korban karena penonton yang
berdesak-desakan, di Bali hal semacam itu tidak terjadi.
Sumber: Ida Fitriyani, S.Psi: Karakter Masyarakat Indonesia ditinjau dari kultur dan etniknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar